Depresi atau dalam istilah medis disebut gangguan
depresi mayor adalah gangguan suasana hati (mood) yang dapat memengaruhi pola
pikir, perasaan, dan cara menghadapi aktivitas sehari-hari.
Ketika mengalami depresi seseorang akan merasa sedih,
putus harapan, merasa tidak berharga, kehilangan ketertarikan pada hal-hal yang
dulunya disukainya, atau menyalahkan diri sendiri. Hal tersebut terjadi
sepanjang hari dan berlangsung paling tidak selama 2 minggu. Depresi berbeda
dengan perasaan tidak bahagia yang berlangsung sementara. Namun karena
pemahaman yang salah dan dianggap sama dengan rasa sedih biasa, penyakit ini
seringkali dianggap sepele. Padahal, depresi merupakan penyakit serius yang
dapat mendorong penderitanya untuk bunuh diri.
Dalam penggolongannya, selain gangguan depresi mayor,
terdapat beberapa bentuk lain dari depresi yang sedikit berbeda dari segi
waktu, kemungkinan penyebabnya, atau gejala lain yang menyertai, yaitu:
-
Disruptive mood dysregulation disorder. Sering disebut
sebagai gangguan bipolar pada anak-anak, karena gangguan ini terjadi pada
anak-anak (kurang dari 18 tahun) dengan gejala cepat marah dan sering melakukan
perbuatan ekstrim di luar kontrol.
-
Persistent depressive disorder. Bentuk ringan tapi
kronis dari depresi. Dikatakan kronis karena gejala depresi dapat bertahan
selama 2 tahun.
-
Premenstrual dysphoric disorder. Timbulnya gejala
perubahan mood, cepat marah, dan gejala depresi yang terjadi selama minggu
terakhir sebelum haid dan berkurang saat haid, kemudian menghilang setelah haid.
-
-
Depresi perinatal. Bentuk lebih serius dari baby blues
yang dialami oleh wanita setelah melahirkan. Depresi perinatal dapat terjadi
selama kehamilan atau setelah melahirkan. Keadaan ini mengakibatkan ibu sulit
untuk melakukan aktivitas baik untuk dirinya atau untuk anaknya.
-
-
Depresi disertai gejala psikosis.
-
Gangguan bipolar.
-
Pada tahun 2015 WHO memperkirakan terdapat lebih dari
300 juta orang di seluruh dunia mengalami depresi, di mana wanita lebih sering
dibandingkan dengan laki-laki, dan lebih dari 750 ribu orang meninggal karena
bunuh diri. Sedangkan di Indonesia sendiri, diperkirakan 3,7% penduduknya
mengalami depresi. Untuk mencegah tindakan bunuh diri, penyakit depresi harus
segera diatasi dengan dukungan dan penanganan yang tepat.
Gejala depresi bisa sangat luas dan rumit, bukan hanya
sekadar perasaan sedih yang dapat terjadi dari waktu ke waktu. Gejala depresi
juga dapat dialami berbeda oleh masing-masing orang, namun secara umum
seseorang yang mengalami depresi akan mengalami perasaan sedih, hilang harapan,
dan hilang ketertariakan terhadap berbagai hal.
Gejala depresi dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu
psikologi dan fisik. Berikut ini adalah gejala-gejala depresi yang ditinjau
dari masing-masing aspek:
Aspek psikologi:
1.Selalu dibebani rasa bersalah.
2.Merasa putus asa, rendah diri dan tidak berharga.
3.Selalu merasa cemas dan khawatir yang berlebihan.
4.Suasana hati yang buruk atau sedih secara
berkelanjutan.
5.Mudah marah atau sensitif, serta mudah menangis.
6.Kesulitan konsentrasi, berpikir, dan mengambil
keputusan.
7.Tidak tertarik dan tidak memiliki motivasi terhadap
segala hal.
8.Timbul ide untuk menyakiti diri sendiri atau ide
bunuh diri.
Aspek Fisik :
-
Selalu merasa kelelahan dan hilang tenaga.
-
Perubahan siklus menstruasipada wanita.
-
Konstipasi.
-
Pergerakan tubuh dan bicara yang lebih lambat dari
biasanya.
-
Tidak ada gairah seksual.
-
Gangguan tidur.
-
Perubahan berat badan dan selera makan.
Tidak seluruh gejala ini dialami oleh orang dengan
depresi. Ada yang mengalami seluruhnya, tetapi ada juga yang hanya mengalami
beberapa gejala. Untuk menyatakan seseorang mengalami depresi, gejala tersebut
harus berlangsung sepanjang hari selama paling tidak 2 minggu dan mengakibatkan
gangguan terhadap aspek sosial seperti pekerjaan, sekolah, serta hubungan
dengan teman dan keluarga.
Gejala tersebut seringkali tidak disadari oleh pasien,
akan tetapi nampak jelas bagi orang di sekitarnya. Oleh karena itu, untuk
menyatakan seseorang mengalami depresi, dokter membutuhkan pemeriksaan
psikiatri, salah satunya dengan kuesioner untuk menentukan diagnosis depresi.
Selain itu, dibutuhkan juga pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan
penunjang, seperti tes laboratorium untuk mendeteksi adanya gangguan lain
secara fisik yang mungkin berhubungan dengan keadaan depresinya
Depresi bisa terjadi pada usia berapa pun, namun
depresi biasanya mulai terjadi saat usia dewasa. Penyebab depresi secara
spesifik masih belum diketahui, diduga kondisi ini terjadi akibat kombinasi
dari faktor genetik, biologis, psikologis, dan lingkungan.
Terdapat beberapa fakta bahwa faktor genetik diduga berpengaruh terhadap
kejadian depresi:
1. Hampir 50% orang yang memiliki saudara kembar yang menderita depresi, juga
memiliki kecenderungan untuk mengalami depresi.
2. Seseorang yang memiliki keluarga inti pernah
mengalami depresi, tiga kali lebih rentan untuk mengalami depresi dibandingkan
dengan yang tidak.
Namun secara pasti letak kelainan gen tersebut belum
dapat ditentukan.
Walaupun depresi dapat berkembang tanpa didahului oleh
faktor pemicu, tetapi beberapa kondisi di bawah ini diduga dapat meningkatkan
risiko seseorang untuk mengalami depresi. Di antaranya adalah:
-Mengalami peristiwa traumatis. Beberapa contoh kejadian atau keadaan yang
dapat memicu terjadinya depresi antara lain adalah penyiksaan atau pelecehan,
kematian seseorang, masalah dalam hubungan (pernikahan, persahabatan, keluarga,
percintaan, dan rekan kerja), serta kesulitan ekonomi.
-Memiliki penyakit tertentu. Terkadang depresi muncul
sebagai reaksi dari suatu penyakit yang sedang diderita, seperti cedera kepala
dan gangguan hormon tiroid. Beberapa penyakit kronis dan mengancam nyawa juga
bisa memicu terjadinya depresi. Contohnya adalah HIV/AIDS, penyakit jantung
koroner, diabetes, atau kanker.
-Memiliki kepribadian tertentu. Merasa rendah diri,
terlalu keras dalam menilai diri sendiri, pesimis, atau terlalu bergantung
kepada orang lain, bisa meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami depresi.
-Ketergantungan alkohol dan narkoba. Banyak orang
berusaha melarikan diri dari permasalahannya dengan mengonsumsi minuman
beralkohol atau menggunakan narkoba. Padahal kedua hal tersebut justu malah
dapat memicu terjadinya depresi atau memperparah depresi yang dialami.
-Obat-obatan tertentu. Beberapa obat-obatan bisa
meningkatkan risiko seseorang terkena depresi. Contohnya adalah obat tidur dan
obat untuk hipertensi.
Depresi akan lebih mudah disembuhkan jika lebih cepat
ditangani. Penanganan yang dilakukan oleh dokter biasanya mencakup psikoterapi,
obat-obatan, atau kombinasi keduanya.
Psikoterapi
Beberapa teknik psikoterapi yang dilakukan untuk
mengatasi depresi, antara lain:
1.
Cognitive behavior therapy (CBT). Terapi ini
diterapkan pada orang-orang yang tersandera oleh pola pikir tertentu yang
merugikan mereka. CBT akan membantunya untuk melepaskan diri dari pikiran dan
perasaan negatif, serta menggantinya dengan respons positif. CBT juga dapat
membantu pasien untuk mengenali kondisi yang membuat depresi semakin buruk,
sehingga pasien dapat merubah perilaku untuk mengatasinya. Biasanya CBT
dilakukan 6-8 sesi selama 10-12 minggu.
2.
Problem-solving therapy (PST). PST bisa meningkatkan
kemampuan penderita untuk menghadapi pengalaman yang membuatnya tertekan,
khususnya penderita depresi yang usianya sudah lebih dewasa. Penderita akan
diminta untuk mengidentifikasi masalah-masalah dan mendapatkan solusi-solusi
realistis melalui proses yang bertahap.
3.
Interpersonal therapy (IPT). Prinsip dasar IPT adalah
mengatasi masalah yang muncul saat berhubungan dengan orang lain, yang dapat
mengakibatkan atau memperparah depresi.
4.
Terapi psikodinamis. Terapi ini mendorong pasien untuk
menyelami berbagai perasaan dan emosi yang ada dalam dirinya, yang kadang tidak
disadarinya. Tujuan dari terapi psikodinamis adalah membantu pasien untuk
memahami bahwa apa yang dirasakannya dan bagaimana dia bersikap, dipengaruhi
oleh adanya masalah yang belum diselesaikan, di pikiran bawah sadarnya.
Antidepresan :
Antidepresan adalah obat-obatan untuk mengatasi gejala
depresi. Terdapat berbagai macam obat antidepresan, dengan tingkat keberhasilan
dan dampak yang berbeda-beda pada tiap orang. Karena itu, pasien mungkin akan
mencoba beberapa jenis antidepresan sampai menemukan obat yang sesuai.
Biasanya, obat antidepresan membutuhkan waktu beberapa
minggu atau bulan untuk bekerja dan mulai menghilangkan gejala yang dirasakan
penderita depresi. Setelah obat mulai bekerja, konsumsi obat akan diteruskan
sampai 6 bulan hingga 1 tahun, dan dihentikan setelah gejala depresi
benar-benar hilang. Perlu diingat bahwa obat antidepresan tidak boleh
dihentikan sendiri tanpa anjuran dokter, walaupun dirasa sudah membaik, karena
berisiko untuk kambuh dan dapat menimbulkan gejala putus obat, seperti:
-Sakit maag.
-Demam, sakit kepala, pegal linu, dan mual.
-Cemas.
-Pusing.
-Mimpi yang terasa seperti kenyataan.
-Sensasi seperti tersetrum pada tubuh.
Untuk menghindari gejala putus obat, saat menghentikan
konsumsi antidepresan, dokter akan menurunkan Dosis obat secara perlahan,
sebelum akhirnya dihentikan.
Hampir setengah dari orang yang mengonsumsi antidepresan mengalami efek samping
dari obat, terutama pada awal penggunaan. Oleh karena itu, selama pengobatan
dengan antidepresan, diperlukan pemantauan dokter secara intensif. Dan perlu
diingat sekali lagi, jangan menghentikan penggunaan antidepresan sendiri tanpa
anjuran dari dokter, walaupun timbul efek samping, seperti:
-Mulut kering.
-Konstipasi.
-Pusing dan berkunang-kunang terutama pada siang hari.
-Gangguan penglihatan.
-Gangguan buang air kecil.
-Gangguan aktivitas seksual.
-Insomnia dan gelisah.
-Mudah tersinggung.
Dokter memiliki cara untuk mengatasi efek samping
antidepresan, misalnya mengurangi dosis obat, memberikan obat tambahan untuk
membantu mengurangi efek samping, atau mengganti jenis antidepresan.
Contoh-contoh obat antidepresan adalah fluoxetin, venlafaxine, dan
amitriptyline.
Terapi Kejut Listrik
Terapi kejut listrik atau electroconvulsive therapy
(ECT) sangat efektif untuk menangani depresi pada pasien yang tidak respon
terhadap obat, mengalami gejala psikosis, serta pasien dengan percobaan bunuh
diri. Namun, keamanan ECT masih menjadi perdebatan, terutama pada orang yang
lanjut usia.
Pencegahan Depresi
Depresi secara umum tidak dapat dicegah. Akan tetapi
dengan gaya hidup yang baik dan sehat, tingkat keparahan dan risiko kambuhnya
depresi dapat diturunkan. Beberapa aktivitas yang dapat membantu seorang
penderita depresi dalam mencegah kondisinya bertambah buruk, antara lain
adalah:
1. Menjaga interaksi sosial. Penderita depresi cenderung menarik diri dari
lingkungan dan orang sekitarnya. Kondisi ini dapat memperparah depresi. Oleh
karena itu, menjaga interaksi sosial dengan orang-orang terdekat ataupun
bertemu dengan orang-orang baru dapat mencegah depresi berkembang atau muncul
kembali.
2.Olahraga. Olahraga yang dilakukan secara rutin tidak
hanya bermanfaat untuk menjaga kebugaran. Olahraga juga dapat membantu
meredakan depresi, kegelisahan, dan menjaga emosi tetap stabil. Dianjurkan
untuk berolahraga selama 30 menit, 3-5 kali seminggu.
3.Menjaga kesehatan. Kesehatan yang buruk pada penderita
depresi akan sangat berpengaruh pada perkembangan depresi yang dialami. Untuk
mencegah depresi bertambah buruk, penderita harus menjaga kesehatan tubuhnya
dengan baik. Dianjurkan untuk tidur secara cukup, rutin berolahraga, dan
menjaga pola makan yang baik dan sehat.
Tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Alkohol
merupakan minuman yang dapat mengubah suasana hati. Seseorang yang memiliki
risiko mengalami depresi harus menjaga diri dari minuman beralkohol agar tidak
memperburuk suasana hati.
4.Merencanakan kehidupan. Merencanakan kehidupan, baik
jangka pendek maupun jangka panjang, dapat membantu seseorang mempersiapkan
diri secara mental. Meskipun tetap akan ada kejadian yang tidak terduga, namun dengan perencanaan yang baik, tingkat
stres akibat kejadian tak terduga dapat ditekan.
SUMBER ARTIKEL : https://www.alodokter.com/depresi/pengobatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar